Kamis, 13 Oktober 2016

kajian Teori tata ruang kota



KAJIAN TERHADAP TEORI TATA RUANG KOTA

Di buat guna
Menyelesaikan tugas ulangan tengah semester
Mata kuliah Manusia dan Lingkungan.
Dosen Pengampu : Bp Fredy Hermanto, S.Pd., M.Pd

Oleh :
Muhammad Lutfi
NIM : 3601416017

UNNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
2016


TEORI TATA RUANG KOTA

            Tata ruang atau struktur kota dapat di definisikan sebagai bermacam hubungan yang terbentuk antar tiap elemen dalam aktivitas perkotaan yang dapat bersifat persaingan, pelengkap, dan juga penambah dalam sebuah wilayah kota. Secara sederhana, struktur kota di artikan sebagai penyusunan berbagai penggunaan tanah dalam daerah perkotaan.
            Disini saya akan mempelajari dan mengkaji mengenai kota dan fenomena-fenomena yang saling terkait didalamnya, dengan tujuan untuk lebih memahami bagaimana faktor-faktor yang ada berinteraksi  didalam ruang sebuah kota. Terdapat dua pendekatan. Pertama, studi mengenai sistem kota, yaitu studi terhadap contoh kasus terkait persebaran spasial kota-kota itu sendiri dan pola-pola yang terbentuk karena pergerakan, perpindahan dan hubungan yang terbentuk.Kedua, studi mengenai kota sebagai sebuah sistem.dimana pemahaman pola-pola persebaran dan interaksi dalam sebuah kota.
            Studi-studi empiris mengenai struktur kota telahdilakukan oleh beberapa ahli. Burgess (1924) memperkenalkan teori concentric zone (teori konsentris) dengan menggunakan contoh kota Chicago.teori ini bertujuan untuk mengetahui perluasan kota terkait dengan social ekonomi penduduknya. Dalam teori ini disebutkan terdapat lima zona dengan pola knsentrik yang dicirikan dengan penggunaan tanahnya masing-masing. Hoyt pada tahun 1939 memperkenalkan model Sektoral. Hoyt menyebutkan bahwa kota tumbuh dan berkembang dari pusatnya bukan sebagai lingkaran melainkan melalui sector-sektor. Hal ini terjadi karena beberapa area kota lebih cocok untuk aktivitas tertentu. Pada umumnya teori tata ruang klasik memandan kota sebagai sebuah system social yang dapat mengatur dirinya sendiri sehingga perkembangan kota akan selalu berjalan dan berseimbangan. Kemunculan teori-teori tersebut diakibatkan dari pengalaman Negara-negara industry maju yang kondisi masyarakatnya telah “siap”  secara social budaya untuk membawaperkembangan kota kearah tata laku yang Urbanized.

Pengertian kota
            Menurut meyer, kota ialah tempat bermukimnya penduduk bukan rumah tinggal, jalan raya, kantor dan sebagainya. Melainkan penghuni yang telah menciptakan segalanya itu.
            Max Weber menyatakan bahwa cirri khas kota terlihat pada pasarnya. Dimana jika sebagian besar penghuninya telah terpenuhi kebutuhan pokoknya oleh pasar tersebut.
            Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan bahwa kota ialah daerah permukiman sebagai pemustan penduduk yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tmat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat dengan kepadatan tinggi serta fasilitas modern dengan sebagian besar penduduknya bekerja diluar pertanian.
            Hartshon dalam bukunya, interpreting the city (1992) menjelaskan baha kota dapat digambarkan sebagai suatu pemusatan penduduk disuatu daerah yang memiliki gaya hidup dan pola tenaga kerja yang beragam. Karakteristik kota antara lain memiliki wilayah yang besar, serta jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi. Dengan tingginya jumlah penduduk makatingkat heteronitasnya juga semakin tinggi.seperti dalam strata social dan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang ada didalamnya terkonsentrasi pada industry bukan pertanian.
            Berdasarkan dari beberapa definisi diatas. Dapat ditarik garis besar bahwa kota dicirikan dengan :
a.       Luas wilayah yang besar
b.      Jumlah dan tingkat kepadata penduduk tinggi.
c.       Heterogenitas social ekonomi penduduknya yang tinggi
d.      Bidang perekonomian lebih terkonsentrasi pada industry. Bukan dlam bidang pertanian
e.       Jenis penggunnaan tanah yang beragam.

Teori tata ruang kota
1.      Teori Konsentris (concentric theory)
Penelitian mengenai teori struktur kota yang pertama di publikasikan ialah penelitian yang dilakukan oleh Park dan Burgess. Dalam periode tahun 1920-an, Robert E Park (1864-1944) bersama-sama dengan Ernest w Burgess (1886-1966) melakukan penelitian di kota Chicago sebagai focus utamanya. Penelitian yang mereka lakukan menggabungkan ilmu perkotaan dengan ilmu lingkungan sehingga dikenal dengan Urban Ecology. Mengadopsi Teori evolusi Darwin,Dimana kompetisi menjadi hal utama, Park dan Burgess menyatakan bahwa perebutan Sumber Daya Urban, terutama tanah akan menuju pada kompetisi antara kelompok social dan yag lebih besar berpengaruh pada pembagian ruang kota kedalam”area alami”, dimana manusia dengan karakteristik social yang sama akan menempati ruang yang sama pula. Pertarungan untuk mendapatkan tanah dan sumber daya lain akan berujung pada differensiasi spasial dari ruang kota menjadi zona-zona yang memiliki kesamaan karakteristik, dengan area ideal memiliki harga tanah yang tinggi. Ketika kotanya semakin makmur, penduduk dan kegiatan perekonomian akan bergeser keluar dari pusat kota.




Selanjutnya Burgess memberikan teori konsentris dengan membagi kota menjadi zona-zona seperti:



1.      Daerah Pusat Kegiatan atau Central Business District (CBD), yaitu daerah yang merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain kegiatan politik, social budaya, ekonomi dan teknologi. Daeran ini tediri dari bangunan yang menunjang perdagangan, took swalayan, bank, hotel, perkantoran dan lain-lain.
2.      Daerah peralihan atau transition zone. Daerah ini merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan yang terus menerus dan bertambah besar penurunannya. Hal ini terjadi karena intrusi fungsi yang berasal dari zona 1, sehingga pembaruan pemukiman dengan bangunan bukan untuk pemukiman.perdagagan dan industry ringan dari zona 1, banyak mengambil alih daerah pemukiman. Pengambil alihan yang terus menerus akan mengakibatkatkan terbentuknya pemukiman kumuh (slum area) yang semakin lama akan menjadi daerah miskin (areas of proferty).
3.      Low-class residential homes. Zona ini berfungsi sebagai pemukimanbagi pekerja-pekerja, antara lain pekerja pabrik dan industry yang diantaranya adalah pendatang baru di zona 2. Disini kondisi permukimannya masih lebih baik dibandingkan zona 2. Sekalipun penduduknya masih masuk kategori “low-medium satatus”. Zona ini dijadikan pilihan sebagai tempat tinggal kaena lokasinya yang berdekatan dengan tempat kerja.
4.      Zone of better resident,zona ini dihuni oleh penduduk yang berstatus ekonomi menengah hingga tinggi. Kondisi ekonomi mereka pada umumnya stabil sehingga lingkungan permukimannya menunjukan derajat keteraturan yang cukup tinggi. Fasilitas permukiman terencana dengan baik. Sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat dirasakan di zona ini.
5.      zona penglaju atau Commuters zone. timbulnya penglaju merupakan suatu akibat adanya desentralisasi permukiman sebagai dampak sekunder dari aplikasi teknologi dibidang transportasi dan komunikasi. Di daerah pinggiran kota mulai bermunculan perkembangan permukiman baru yang berkualitas tinggi hingga kualitas mewah. Kecenderungan penduduk untuk memilih zona ini didorong oleh kondisi lingkungan daerah asal yang dianggap tidak nyaman dan tertarik oleh kondisi zona 5 ini yang menjanjikan kenyamanan hidup yang jauh lebih baik dan jauh dari polusi, tinggal dengan aman dan nyaman, namun dengan konsekuensi tinggal jauh dari tempat kerja.
Kemudian Burgess menggunakan beberapa asumsi, seperi :
a.       kota di bangun di daerah datar
b.      system transportasi tidak rumit, mudah, murah dan cepat menuju segala arah
c.       nilai tanah tertinggi berada di usat kota dan menurun semakin jauh dari pusat kota
d.      bangunan tua berada di dekat pusat kota
e.       masarakat miskin harus tinggal dekat pusat kota karena mereka tidak mampu membayar transportasi
f.       tidak terjadi konsentrasi industry berat.

Pasca perang dunia, model urban ekologi yang diterapkan oleh Burgess menjadi kurang diminati setelah dikritik oleh para ahli karena model yang di kedepankan terlalu sederhana.kritikus beranggapan bahwa “proses-proses alami” yang diterapkan tidak mengkaitkan baik dengan elemen social dan budaya kehidupan perkotaan serta dampak politik dan ekonomi dari kegiatan industrialisasi.
Karena zona-zona yang tercipt menurut teori ini tercapai akibat interaksi-interaksi berbagai elemen system kehidupan perkotaan dan mengenai kehidupan manusia. Maka sifatnya sangat dinamis, tidak statis.demikian teori ini juga hanya berlaku pada kota-kota besar yang cept berkembang.





2.      Teori sektoral sector theory
Berdasrkan studinya terhadap 140 kota di Amerika Serikat, Homer Hoyt pada tahun 1939 memperkenalkan teori sector untuk mengatasi kesesuaian terhadap teori konsentris yang sebelumnya telah dikemukakan oleh E W Burgess. Pemikiran ini merupakan perkembangan dari teori konsentris.yang ditandai dengan berbagai kesamaan, seperti terdapatnya Central business District (CBD) yang berfungsi sebagai pusat kota dan beberapa zona yang mengelilinginya.namun dalam teori ini tidaklah melingkar keluar, namun masih dalam jarak yang sama dengan pusat kota. Zona dengan penggunaan tanah yang sejenis akan mengelompok dan membentuk sector penggunaan tnah sejenis dalam kota.
Dalam teori sector, Hoyt menggambarkan pekembangan kota dipengaruhi oleh factor ketersediaan jaringan jalan atau aksebilitas yag memadai seperti rel kereta dan jalan raya. Dengan demikian sebuah kota seolah-olah terdiri dari masing-masing sector yang berkembang keluar.penggunaan tanah yang membedakan antara teori sector dan teori konsentris ialah keberadaan penggunaan tanah untuk industri, yang tidak dimiliki teori konsentris. Menurut Hoyt, zona industry terletak disepanjang jalur transportasi kereta, begitu pula dengan permukiman kumuh dan tempat tinggal buruh.sementara zona perdagangan berada di daerah dengan harga yang tertinggi, yaitu di pusat kota.hal ini dikarenakan terdapat berabagai rute dan moda transportasi menuju daerah kota, seperti rel kereta, dermaga atau pelabuhan (bagi daerah perbatasan perairan) serta jalan raya yang menggambarkan mudahnya aksebilitas. Dengan mudahnya aksebilitas, maka suatu daerah menjadi strategis dan harga tanah pun akan menjadi mahal. Zona pemukiman menengah keatas akan menjauh dari pusat kota, terletak dipinggiran kota untuk menghinfdari kemacetan, bising dan polusi.
Secara skematis, teori sector menurut Hoyt digambarkan sebagai berikut







  
3.      Teori Pusat Kegiatan (Multiple Nuclei Theori atau Teori Inti berganda)
Teori Ini dekemukakan oleh Chauncy Harris dan Edward Ullman pada tahun 1945, yang kemudia lebih dikenal dengan teori harris-Ullman. Mereka berpendapat meskipun di suatu kota terdapat pola konsentris dan sektoral, namun kenyataannya lebih rumit dari apa yang sekedar di teorikan oleh burgess dan Hoyt. Harris dan Ullman menjelaskan, sementara suatu kota bermula dari suatu CBD atau pusat kota namun dalam perkembangannya akan memunculkan sub-pusat atau pusat-pusat yang lebih kecil. Walaupun CBD sebenarya masih tetap berfungsi menjadi Pusat kota.
Kegiatan-kegiatan yang memiliki kemiripan akan berlokasi dalam suatu area dan menjadikan dan menciptakan sub-pusat pada kota. Sehingga muncul kesan-kesan terbentuknya “inti-inti” baru dimasing-masing area. Kemunculan model inti-inti terbentuk secara spasial dpat digolongkan. Antara lain:
a.       Beberapa aktivitas membutuhkan fasilitas khusus, seperti jalur transportasi untuk menunjang kegiatan industry serta bidang tanah yang luas untuk dijadikan pemukiman
b.      Beberapa kegiatan mengelompok di suatu area karena mendapatkan keuntunga dengan bergabung dengan yang memiliki kesamaan profesi
c.       Beberapa kegiatan menolak mengelompok dan mampu berdiri sendiri sehingga tidak ditemukan dengan cirri-ciri kegiatan yang sama dalam suatu area
d.      Beberpa aktivitas ekonomi tidak mendapatkan keuntungan jika harus membayar harga sewa yang terlalu tinggi didaerah yang paling diinginkan. Sehingga harus mencari yempat lain, yang umumnya jauh dari pusat kota
e.       Pengelompokan bangunan khusus yang dibangun dengan tujuan khusus sering terlihat di suatu kota. Sebagai contoh sebagai tingkat konsentrasi pasar retail dipusat kota pemusatan pabrik dan jasa distribusi dikawasan industry, serta pengelompokan kantor-kantor dan fasilitas kesehatan dirumah sakit menggambarkan pengelompokan di sekitar subpusat
f.       Permukiman tersebar menjauh dari pusat kota dan berkembang di sepanjang jalur transportasi.permukiman ini dihuni oleh keluarga dengan tingkat pendapatan yang relative tinggi dan terdapat area komersil yang letaknya tidak jauh dari permukiman tersebut. Keberadaan area komersil ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari sehingga tidak perlu melakukan perjalanan ke pusat kota.
Teori Intiberganda ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota atau Central Business District adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel lainnya dan berfungsi sebagai salah satu growing points. Zona ini menampung sebagian besarkegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi dan didalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, sepertiretailing,distrik khusus perbankan, teater dan lain-lain. Namun,ada perbedaan dengan dua teori yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak Daerah Pusat Kota atau Central Business District dan letaknya tidakpersis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar
.
Secara skematis, teori pusat kegitan menurut Harria-Ullman digambarkan sebagai berikut:
1.      Pusat kota atau Central Business District (CBD).
2.      Kawasan niaga dan industri ringan.
3.      Kawasan murbawisma atau permukiman kaum buruh.
4.      Kawasan madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
5.      Kawasan adiwisma atau permukiman kaum kaya.
6.      Pusat industri berat.
7.      Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
8.      Upakota, untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
9.      Upakota (sub-urban) kawasan industry


inti ganda.jpg













KAJIAN MENGENAI TEORI TATA RUANG KOTA
            Tata ruang kota dengan menyangkut berbagai aspek-aspek kehidupan diantaranya kehidupan social, budaya, tradisi, ekonomi, politik, sejarah, geografi dan aspek lainnya tidak dapat dilepaskan adanya tiga factor penting. Yaitu manusia, Lingkungan dan aktivitas



Dimana ketiga factor ini akan terus saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan dan sudah menjadi sebuah system yang nantinya berpebgaruh terhadap tata ruang kota tersebut.jika salah satu komponen dari 3 faktor ini berhenti atau tidak terjalin interksi maka sebuah tatanan ruang tidak akan mengalami perkembangan dan akan terus tetap sama.
            Kita bisa mencoba mengkaji beberapa daerah di Indonesia dengan pendekatan dan acuan tiga teori tata ruang atau struktur perkotaan dengan perkembangan suatu kota. Dengan bagaimanakah fungsi-fungsi yang di jelaskan dari teori-teori untuk suatu perkotaan. Dan bagaimana teori-teori tersebut bisa membuat tatanan suatu kota dan membawa perkembangan di kota tersebut.
            Kota dengan bentuk ruangnya merupakan suatu habitat, tempat hidup dan beraktivitas. Yang merupakan fenomena tersendiri. Kajian teori struktur kota berangkat dari komponen-komponen yang tersusun sedemikian rupa membentuk suatu kota.dengan adanya perilaku dan perkembangan zaman dan teknologi, maka kota pun ikut mengalami perkembangan. Munculnya kota-kota baru yang kemudian diikuti dengan lahirnya teori kota baru dan modifikasi teori yang sudah ada sebelumnya.
1.      Teori Konsentris
Teori tata ruang kota yang pertama. Teori ini lah yang membuka pemikiran dari teori-teori struktur kota setelahnya,teori yang sudah lama di tinggalkan karena mungkin sudah tidak relevan dan tidak sesuai penerapannya di era sekarang.dari penerapan teori ini sendiri masih jarang sumber-sumber buku yang menjelaskan penerapannya di Indonesia. Dari usia teori ini lahir yaitu di pertengahan abad 18 sampai awal abad 19. Jika ditarik garis sejarah Indonesia pada masa itu adalah masa penjajahan. Dan dari sini saya dapat mengambil suatu argument dimana dizaman tersebut juga penerapan teori konsentris Burgess juga di terapkan diIndonesia.
Salah satu fakta menyebutkan bahwa komando dari colonial belanda terpusat dari satu tempat. Dan disini merupakan contoh nyata penerapan teori konsentris di Indonesia. Ada beberapa daerah yang menunjukan penerapan teori konsentris di Indonesia pada zaman tersebut. Salah satunya semarang. Dengan pusat kota disini adalah yang sekarang lebih dikenal dengan nama Kota Lama Semarang. Kota lama merupakan kawasan yang menjadi pembentukan awal kota pada saat awal pembentukan kota. Kawasan ini telah menjadi pusat pemerintahan, perdagangan, social dan budaya. Pada zaman tersebut kota lama semarang ini mempunyai potensi yang sangat besar. Disini pemerintah colonial belanda juga membangun benteng sebagai pusat militer. Benteng ini hanya memiliki satu gerbang di sisi selatannya dan lima menara pengawas. Kemudian permukiman Belanda mulai bertumbuh di sisi Timur benteng “Vijfhoek”. Banyak rumah, gereja dan bangunan perkantoran dibangun di pemukiman ini. Pemukiman ini adalah cikal bakal dari kota lama Semarang. Pemukiman ini terkenal dengan nama “de Europeeshe Buurt”. Bentuk tata kota dan arsitektur pemukiman ini dibentuk mirip dengan tata kota dan arsitektur di Belanda. Kali Semarang dibentuk menyerupai Kanal-kanal di Belanda. Pada masa itu benteng Viffjhoek belum menyatu dengan pemukiman Belanda.
Kawasan Kota Lama Semarang dibentuk sesuai dengan konsep perancangan kota-kota di Eropa, baik secara struktur kawasan maupun citra estetis arsitekturalnya. Kawasan ini memiliki pola yang memusat dengan bangunan pemerintahan dan Gereja Blenduk sebagai pusatnya. Pola perancangan kota tersebut sama seperti perancangan kota- kota di Eropa.
2.      Teori Sektoral
Teori ini merupakan teori kembangan dari teori sebelumnya. Teori ini menjelaskan dimana nantinya dari yang awalnya memusat dan berkembang keluar namun berkembangnya mengikuti factor ketersediaan jaringan jalan atau aksebilitas yang memadai.
Meneruskan dari studi kasus yang sama yaitu kota lama Semarang. Di awal pembentukannya Pada masa pemerintahan colonial Belanda dengan penerapan tataruang kota yang konsentris memusat. Seiring dengan berkembangnya zaman maka derah tersebut menjadi pusat dari kota Semarang dan seiring berjalannya waktu maka akan terbentuk kontruksi pembangunan sarana jaringan jalan dan aksebilitas yang memadai karena kebutuhan dari masyarakatnya untuk ke pusat kota untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kepentingan-kepentingan yang harus di jalani. Dari sebab inilah yang nantinya akan berproses menjadi terjadinya kondisi yang sudah tidak lagi terpaku pada lingkaran tapi lebih ke sector-sektor yang memiliki keahlian yang sama. Yang nantinya akan mengkontruksi bidang-bidang usaha atau jasa yang tersektor. Berkembangnya bagian-bagian kecil ini akan mngikuti jalur yang menyediakan sarana aksebilitas yang memadai karena di area sepanjang jalur itu akan selalu menjadi jalur akses utama dan daerah tersebut akan semakin tinggi harga tanahnya bila bidang-bidang usaha yang berada di jalur tersebut membawa dampak ekonomi yang tinggi dari produktifitas tempat tersebut.
3.      Teori pusat kegiatan
Teori ini merupakan tahapan terakhir dari teori tata ruang kota klasik yang saat ini masih relevan di terapkan dimasa sekarang. Teori ini yang sekarang paling banyak di terapkan di kota-kota di Indonesia sekarang ini. Dengan subpusat dengan bidang-bidang usaha dan jasanya tersendiri.
Jika diterapkan ke tahapan terkhir dari studi kasus yang dimbil diatas yakni Kota lama semarang juga pada saat ini kota Semarang dalam penerapannya menggunakan teori ini. Bisa terlihat dari sub-subpusat kegiatan. Dimana tetap Ada pusat dari kegiatan tersebut. Namun juga banyak subpusat yang tetap menggabung ditatanan ruang kota Semarang namun sudah terkotak-kotak dari subpusat itu sendiri. Seperti bidang pendidikan terdapat di semarang selatan yakni di gunungpati dan tembalang. Lalu bidang kelautan terdapat dermaga dan pelabuhan di sebelah utara kota.
Hal ini juga penerapannya sangat kuat diwilayah-wilayah kota di Indonesia. Di daerah saya sendiri juga penerapannya adalah pola tata ruang Pusat kegiatan.dimana kalau di jepara Pusat inti kota berada di Alun-alun dan samsat sebagai pemerintahan dan pusat inti. Destinasi wisata berada di area utara dan barat yang merupakan pesisir. Lalu di daerah tahunan adalah sentra kerajinan ukir dan mebel. Lalu kalinyamatan menjadi sentra monel. Daerah mayong menjadi daerah Industri dengan pabrik-pabrik berada didalamnya.

Pola tata ruang kota ini menunjukan kepada kita bahwa pola tata ruang kota yang masih relefan dan penerapannya sekarang adalah pola pusat kegiatan ini. Karena akan membantu memudahkan pemerintah untuk mengatur sistemnya dan juga masyarakat akan lebih mudah mendapatkan kebutuhannya.



Kesimpulan
            Pada hakikatnya itu hanya teori yang sewakt-waktu dapat berubah dengan adanya interaksi dan perilaku manusia yang menunjukan rasa tidak puas manusia. namun dengan adanya interaksi manusia dengan alam untuk memenuhi kebuthannya maka teori-teori ini juga akan mengikuti perubahan-perubahan dan perkembangannya.
            Dari tiga teori diatas hanyalah teori dasar yang akan membuat kita akan sering membaca dan merubah apapun yang masih belum pas penempatannya. Teori klasik ini juga akan terus mengalami perkembangan selama manusia masih tetap berinteraksi pada lingkungan dan tempat tinggalnya. Hal ini juga di pengaruhi oleh perubahan guna lahan dan aksebilitas.
perubahan guna lahan adalah interaksi yang disebabkan oleh tiga komponen pembentuk guna lahan, yaitu system pembangunan, sistem aktivitas dan sistem lingkungan hidup. Didalam sistem aktivitas, konteks perekonomian aktivitas perkotaan dapat dikelompokkan menjadi kegiatan produksi dan konsumsi. Kegiatan produksi membutuhkan lahan untuk berlokasi dimana akan mendukung aktivitas produksi diatas. Sedangkan pada kegiatan konsurnsi membutuhkan lahan untuk berlokasi dalam rangka pemenuhan kepuasan.
aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan berinteraksi satu dengan yang lain, dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui system jaringan transportasi. Pernyataan mudah atau sulit merupakan hal yang sangat subyektif dan kualitatif, mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang yang lain, begitu pula dengan pernyataan sulit, olehkarena itu diperlukan kinerja kualitatif yang dapat menyatakan aksesibilitas. aksesibilitas zona dipengaruhi oleh proporsi orang menggunakan moda tertentu. Ukuran fisik aksesibilitas menerangkan struktur perkotaan secara spesial tanpa melihat adanya  perbedaan yng disebabkan oleh keragaman moda transportasi yang  tersedia,




DAFTAR PUSTAKA
Sumber Referensi Buku
Budihardjo, Eko. 1997. Tata Ruang Perkotan. Bandung: Alumni.
Catanase, Anthony J & James C. Snyder. 1992. Perencanaan Kota. Jakarta: Erlangga.
Daldjoeni, 1987. Geografi Kota dan Desa. Bandung: Alumni.
Gallion, A.B. dan Eisner, Simon, 1992. Pengantar Perancangan Kota: Desain dan Perencanaan Kota. Terjemahan Sussongko. Jakarta: Erlangga.

Yunus, Hadi sabari,  2000, Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 

Zahnd, Markus, 1999. Perancangan Kota secara Terpadu: Teori Perancangan Kota dan Penerapannya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius & Soegijapranata Press.

Sumber Online
Fitrah, Aswar. Teori Pertumbuhan Kota. Indonesia: My Arsitektur,29 Mei 2013         http://aswar-fitrah.blogspot.co.id/2013_05_01_archive.html
Mustafa, Yuni. Pertumbuhan Kota.Indonesia: Note of  Arch, 10 April 2013 http://notearch.blogspot.co.id/2013_04_01_archive.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar