KAJIAN TERHADAP TEORI TATA RUANG
KOTA
Di buat guna
Menyelesaikan tugas ulangan tengah semester
Mata kuliah Manusia dan Lingkungan.
Dosen Pengampu : Bp Fredy Hermanto, S.Pd., M.Pd
Oleh :
Muhammad Lutfi
NIM : 3601416017
UNNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL
2016
TEORI TATA RUANG KOTA
Tata ruang atau struktur kota dapat di definisikan
sebagai bermacam hubungan yang terbentuk antar tiap elemen dalam aktivitas
perkotaan yang dapat bersifat persaingan, pelengkap, dan juga penambah dalam
sebuah wilayah kota. Secara sederhana, struktur kota di artikan sebagai
penyusunan berbagai penggunaan tanah dalam daerah perkotaan.
Disini saya akan mempelajari dan mengkaji mengenai kota
dan fenomena-fenomena yang saling terkait didalamnya, dengan tujuan untuk lebih
memahami bagaimana faktor-faktor yang ada berinteraksi didalam ruang sebuah kota. Terdapat dua
pendekatan. Pertama, studi mengenai sistem kota, yaitu studi terhadap contoh
kasus terkait persebaran spasial kota-kota itu sendiri dan pola-pola yang
terbentuk karena pergerakan, perpindahan dan hubungan yang terbentuk.Kedua,
studi mengenai kota sebagai sebuah sistem.dimana pemahaman pola-pola persebaran
dan interaksi dalam sebuah kota.
Studi-studi empiris mengenai struktur kota telahdilakukan
oleh beberapa ahli. Burgess (1924) memperkenalkan teori concentric zone (teori konsentris) dengan menggunakan contoh kota
Chicago.teori ini bertujuan untuk mengetahui perluasan kota terkait dengan
social ekonomi penduduknya. Dalam teori ini disebutkan terdapat lima zona
dengan pola knsentrik yang dicirikan dengan penggunaan tanahnya masing-masing.
Hoyt pada tahun 1939 memperkenalkan model Sektoral. Hoyt menyebutkan bahwa kota
tumbuh dan berkembang dari pusatnya bukan sebagai lingkaran melainkan melalui
sector-sektor. Hal ini terjadi karena beberapa area kota lebih cocok untuk
aktivitas tertentu. Pada umumnya teori tata ruang klasik memandan kota sebagai
sebuah system social yang dapat mengatur dirinya sendiri sehingga perkembangan
kota akan selalu berjalan dan berseimbangan. Kemunculan teori-teori tersebut
diakibatkan dari pengalaman Negara-negara industry maju yang kondisi
masyarakatnya telah “siap” secara social
budaya untuk membawaperkembangan kota kearah tata laku yang Urbanized.
Pengertian kota
Menurut meyer, kota ialah tempat bermukimnya penduduk
bukan rumah tinggal, jalan raya, kantor dan sebagainya. Melainkan penghuni yang
telah menciptakan segalanya itu.
Max Weber menyatakan bahwa cirri khas kota terlihat pada
pasarnya. Dimana jika sebagian besar penghuninya telah terpenuhi kebutuhan
pokoknya oleh pasar tersebut.
Kamus Besar Bahasa Indonesia menuliskan bahwa kota ialah
daerah permukiman sebagai pemustan penduduk yang terdiri atas bangunan rumah yang
merupakan kesatuan tmat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat dengan
kepadatan tinggi serta fasilitas modern dengan sebagian besar penduduknya
bekerja diluar pertanian.
Hartshon dalam bukunya, interpreting the city (1992) menjelaskan baha kota dapat
digambarkan sebagai suatu pemusatan penduduk disuatu daerah yang memiliki gaya
hidup dan pola tenaga kerja yang beragam. Karakteristik kota antara lain
memiliki wilayah yang besar, serta jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi.
Dengan tingginya jumlah penduduk makatingkat heteronitasnya juga semakin
tinggi.seperti dalam strata social dan ekonomi. Kegiatan ekonomi yang ada
didalamnya terkonsentrasi pada industry bukan pertanian.
Berdasarkan dari beberapa definisi diatas. Dapat ditarik
garis besar bahwa kota dicirikan dengan :
a.
Luas wilayah
yang besar
b.
Jumlah dan
tingkat kepadata penduduk tinggi.
c.
Heterogenitas
social ekonomi penduduknya yang tinggi
d.
Bidang
perekonomian lebih terkonsentrasi pada industry. Bukan dlam bidang pertanian
e.
Jenis
penggunnaan tanah yang beragam.
Teori tata ruang kota
1.
Teori Konsentris (concentric theory)
Penelitian mengenai teori struktur kota yang pertama
di publikasikan ialah penelitian yang dilakukan oleh Park dan Burgess. Dalam
periode tahun 1920-an, Robert E Park (1864-1944) bersama-sama dengan Ernest w
Burgess (1886-1966) melakukan penelitian di kota Chicago sebagai focus
utamanya. Penelitian yang mereka lakukan menggabungkan ilmu perkotaan dengan
ilmu lingkungan sehingga dikenal dengan Urban
Ecology. Mengadopsi Teori evolusi Darwin,Dimana kompetisi menjadi hal
utama, Park dan Burgess menyatakan bahwa perebutan Sumber Daya Urban, terutama
tanah akan menuju pada kompetisi antara kelompok social dan yag lebih besar
berpengaruh pada pembagian ruang kota kedalam”area alami”, dimana manusia
dengan karakteristik social yang sama akan menempati ruang yang sama pula.
Pertarungan untuk mendapatkan tanah dan sumber daya lain akan berujung pada
differensiasi spasial dari ruang kota menjadi zona-zona yang memiliki kesamaan
karakteristik, dengan area ideal memiliki harga tanah yang tinggi. Ketika
kotanya semakin makmur, penduduk dan kegiatan perekonomian akan bergeser keluar
dari pusat kota.
Selanjutnya
Burgess memberikan teori konsentris dengan membagi kota menjadi zona-zona
seperti:
1.
Daerah Pusat
Kegiatan atau Central Business District (CBD),
yaitu daerah yang merupakan pusat dari segala kegiatan kota antara lain
kegiatan politik, social budaya, ekonomi dan teknologi. Daeran ini tediri dari
bangunan yang menunjang perdagangan, took swalayan, bank, hotel, perkantoran
dan lain-lain.
2.
Daerah peralihan
atau transition zone. Daerah ini
merupakan daerah yang mengalami penurunan kualitas lingkungan yang terus
menerus dan bertambah besar penurunannya. Hal ini terjadi karena intrusi fungsi
yang berasal dari zona 1, sehingga pembaruan pemukiman dengan bangunan bukan
untuk pemukiman.perdagagan dan industry ringan dari zona 1, banyak mengambil
alih daerah pemukiman. Pengambil alihan yang terus menerus akan
mengakibatkatkan terbentuknya pemukiman kumuh (slum area) yang semakin lama akan menjadi daerah miskin (areas of proferty).
3.
Low-class residential homes. Zona ini berfungsi sebagai pemukimanbagi
pekerja-pekerja, antara lain pekerja pabrik dan industry yang diantaranya
adalah pendatang baru di zona 2. Disini kondisi permukimannya masih lebih baik
dibandingkan zona 2. Sekalipun penduduknya masih masuk kategori “low-medium
satatus”. Zona ini dijadikan pilihan sebagai tempat tinggal kaena lokasinya
yang berdekatan dengan tempat kerja.
4.
Zone of better resident,zona ini dihuni oleh penduduk yang berstatus ekonomi
menengah hingga tinggi. Kondisi ekonomi mereka pada umumnya stabil sehingga
lingkungan permukimannya menunjukan derajat keteraturan yang cukup tinggi.
Fasilitas permukiman terencana dengan baik. Sehingga kenyamanan tempat tinggal
dapat dirasakan di zona ini.
5.
zona penglaju
atau Commuters zone. timbulnya
penglaju merupakan suatu akibat adanya desentralisasi permukiman sebagai dampak
sekunder dari aplikasi teknologi dibidang transportasi dan komunikasi. Di
daerah pinggiran kota mulai bermunculan perkembangan permukiman baru yang
berkualitas tinggi hingga kualitas mewah. Kecenderungan penduduk untuk memilih
zona ini didorong oleh kondisi lingkungan daerah asal yang dianggap tidak
nyaman dan tertarik oleh kondisi zona 5 ini yang menjanjikan kenyamanan hidup
yang jauh lebih baik dan jauh dari polusi, tinggal dengan aman dan nyaman,
namun dengan konsekuensi tinggal jauh dari tempat kerja.
Kemudian
Burgess menggunakan beberapa asumsi, seperi :
a.
kota di bangun
di daerah datar
b.
system
transportasi tidak rumit, mudah, murah dan cepat menuju segala arah
c.
nilai tanah
tertinggi berada di usat kota dan menurun semakin jauh dari pusat kota
d.
bangunan tua
berada di dekat pusat kota
e.
masarakat miskin
harus tinggal dekat pusat kota karena mereka tidak mampu membayar transportasi
f.
tidak terjadi
konsentrasi industry berat.
Pasca perang dunia, model urban ekologi yang
diterapkan oleh Burgess menjadi kurang diminati setelah dikritik oleh para ahli
karena model yang di kedepankan terlalu sederhana.kritikus beranggapan bahwa
“proses-proses alami” yang diterapkan tidak mengkaitkan baik dengan elemen
social dan budaya kehidupan perkotaan serta dampak politik dan ekonomi dari
kegiatan industrialisasi.
Karena zona-zona yang tercipt menurut teori ini
tercapai akibat interaksi-interaksi berbagai elemen system kehidupan perkotaan
dan mengenai kehidupan manusia. Maka sifatnya sangat dinamis, tidak
statis.demikian teori ini juga hanya berlaku pada kota-kota besar yang cept
berkembang.
2.
Teori sektoral sector theory
Berdasrkan studinya terhadap 140 kota di Amerika
Serikat, Homer Hoyt pada tahun 1939 memperkenalkan teori sector untuk mengatasi
kesesuaian terhadap teori konsentris yang sebelumnya telah dikemukakan oleh E W
Burgess. Pemikiran ini merupakan perkembangan dari teori konsentris.yang
ditandai dengan berbagai kesamaan, seperti terdapatnya Central business District (CBD) yang berfungsi sebagai pusat kota
dan beberapa zona yang mengelilinginya.namun dalam teori ini tidaklah melingkar
keluar, namun masih dalam jarak yang sama dengan pusat kota. Zona dengan
penggunaan tanah yang sejenis akan mengelompok dan membentuk sector penggunaan
tnah sejenis dalam kota.
Dalam teori sector, Hoyt menggambarkan pekembangan
kota dipengaruhi oleh factor ketersediaan jaringan jalan atau aksebilitas yag
memadai seperti rel kereta dan jalan raya. Dengan demikian sebuah kota
seolah-olah terdiri dari masing-masing sector yang berkembang keluar.penggunaan
tanah yang membedakan antara teori sector dan teori konsentris ialah keberadaan
penggunaan tanah untuk industri, yang tidak dimiliki teori konsentris. Menurut
Hoyt, zona industry terletak disepanjang jalur transportasi kereta, begitu pula
dengan permukiman kumuh dan tempat tinggal buruh.sementara zona perdagangan
berada di daerah dengan harga yang tertinggi, yaitu di pusat kota.hal ini
dikarenakan terdapat berabagai rute dan moda transportasi menuju daerah kota, seperti
rel kereta, dermaga atau pelabuhan (bagi daerah perbatasan perairan) serta
jalan raya yang menggambarkan mudahnya aksebilitas. Dengan mudahnya
aksebilitas, maka suatu daerah menjadi strategis dan harga tanah pun akan
menjadi mahal. Zona pemukiman menengah keatas akan menjauh dari pusat kota,
terletak dipinggiran kota untuk menghinfdari kemacetan, bising dan polusi.
Secara skematis, teori sector menurut Hoyt
digambarkan sebagai berikut
3.
Teori Pusat Kegiatan (Multiple Nuclei Theori atau Teori Inti berganda)
Teori Ini dekemukakan oleh Chauncy Harris dan Edward
Ullman pada tahun 1945, yang kemudia lebih dikenal dengan teori harris-Ullman.
Mereka berpendapat meskipun di suatu kota terdapat pola konsentris dan sektoral,
namun kenyataannya lebih rumit dari apa yang sekedar di teorikan oleh burgess
dan Hoyt. Harris dan Ullman menjelaskan, sementara suatu kota bermula dari
suatu CBD atau pusat kota namun dalam perkembangannya akan memunculkan
sub-pusat atau pusat-pusat yang lebih kecil. Walaupun CBD sebenarya masih tetap
berfungsi menjadi Pusat kota.
Kegiatan-kegiatan yang memiliki kemiripan akan
berlokasi dalam suatu area dan menjadikan dan menciptakan sub-pusat pada kota.
Sehingga muncul kesan-kesan terbentuknya “inti-inti” baru dimasing-masing area.
Kemunculan model inti-inti terbentuk secara spasial dpat digolongkan. Antara
lain:
a.
Beberapa
aktivitas membutuhkan fasilitas khusus, seperti jalur transportasi untuk
menunjang kegiatan industry serta bidang tanah yang luas untuk dijadikan
pemukiman
b.
Beberapa
kegiatan mengelompok di suatu area karena mendapatkan keuntunga dengan
bergabung dengan yang memiliki kesamaan profesi
c.
Beberapa
kegiatan menolak mengelompok dan mampu berdiri sendiri sehingga tidak ditemukan
dengan cirri-ciri kegiatan yang sama dalam suatu area
d.
Beberpa
aktivitas ekonomi tidak mendapatkan keuntungan jika harus membayar harga sewa
yang terlalu tinggi didaerah yang paling diinginkan. Sehingga harus mencari
yempat lain, yang umumnya jauh dari pusat kota
e.
Pengelompokan
bangunan khusus yang dibangun dengan tujuan khusus sering terlihat di suatu
kota. Sebagai contoh sebagai tingkat konsentrasi pasar retail dipusat kota
pemusatan pabrik dan jasa distribusi dikawasan industry, serta pengelompokan
kantor-kantor dan fasilitas kesehatan dirumah sakit menggambarkan pengelompokan
di sekitar subpusat
f.
Permukiman
tersebar menjauh dari pusat kota dan berkembang di sepanjang jalur
transportasi.permukiman ini dihuni oleh keluarga dengan tingkat pendapatan yang
relative tinggi dan terdapat area komersil yang letaknya tidak jauh dari
permukiman tersebut. Keberadaan area komersil ini berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga sehari-hari sehingga tidak perlu melakukan perjalanan ke
pusat kota.
Teori
Intiberganda ini menyatakan bahwa Daerah Pusat Kota atau Central Business
District adalah pusat kota yang letaknya relatif di tengah-tengah sel-sel
lainnya dan berfungsi sebagai salah satu growing points. Zona
ini menampung sebagian besarkegiatan kota, berupa pusat fasilitas transportasi
dan didalamnya terdapat distrik spesialisasi pelayanan, sepertiretailing,distrik
khusus perbankan, teater dan lain-lain. Namun,ada perbedaan dengan dua teori
yang disebutkan di atas, yaitu bahwa pada Teori Pusat Berganda terdapat banyak
Daerah Pusat Kota atau Central Business District dan letaknya
tidakpersis di tengah kota dan tidak selalu berbentuk bundar
.
.
Secara
skematis, teori pusat kegitan menurut Harria-Ullman digambarkan sebagai berikut:
1.
Pusat
kota atau Central Business District (CBD).
2.
Kawasan
niaga dan industri ringan.
3.
Kawasan
murbawisma atau permukiman kaum buruh.
4.
Kawasan
madyawisma atau permukiman kaum pekerja menengah.
5.
Kawasan
adiwisma atau permukiman kaum kaya.
6.
Pusat
industri berat.
7. Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran.
8.
Upakota,
untuk kawasan mudyawisma dan adiwisma.
9.
Upakota
(sub-urban) kawasan industry
KAJIAN MENGENAI TEORI TATA RUANG KOTA
Tata ruang kota dengan menyangkut
berbagai aspek-aspek kehidupan diantaranya kehidupan social, budaya, tradisi,
ekonomi, politik, sejarah, geografi dan aspek lainnya tidak dapat dilepaskan
adanya tiga factor penting. Yaitu manusia, Lingkungan dan aktivitas
Dimana ketiga factor
ini akan terus saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan dan sudah menjadi
sebuah system yang nantinya berpebgaruh terhadap tata ruang kota tersebut.jika
salah satu komponen dari 3 faktor ini berhenti atau tidak terjalin interksi
maka sebuah tatanan ruang tidak akan mengalami perkembangan dan akan terus
tetap sama.
Kita bisa mencoba mengkaji beberapa daerah di Indonesia
dengan pendekatan dan acuan tiga teori tata ruang atau struktur perkotaan
dengan perkembangan suatu kota. Dengan bagaimanakah fungsi-fungsi yang di
jelaskan dari teori-teori untuk suatu perkotaan. Dan bagaimana teori-teori
tersebut bisa membuat tatanan suatu kota dan membawa perkembangan di kota
tersebut.
Kota dengan bentuk ruangnya merupakan suatu habitat,
tempat hidup dan beraktivitas. Yang merupakan fenomena tersendiri. Kajian teori
struktur kota berangkat dari komponen-komponen yang tersusun sedemikian rupa
membentuk suatu kota.dengan adanya perilaku dan perkembangan zaman dan
teknologi, maka kota pun ikut mengalami perkembangan. Munculnya kota-kota baru
yang kemudian diikuti dengan lahirnya teori kota baru dan modifikasi teori yang
sudah ada sebelumnya.
1.
Teori Konsentris
Teori tata ruang kota yang pertama. Teori ini lah
yang membuka pemikiran dari teori-teori struktur kota setelahnya,teori yang
sudah lama di tinggalkan karena mungkin sudah tidak relevan dan tidak sesuai
penerapannya di era sekarang.dari penerapan teori ini sendiri masih jarang
sumber-sumber buku yang menjelaskan penerapannya di Indonesia. Dari usia teori
ini lahir yaitu di pertengahan abad 18 sampai awal abad 19. Jika ditarik garis
sejarah Indonesia pada masa itu adalah masa penjajahan. Dan dari sini saya
dapat mengambil suatu argument dimana dizaman tersebut juga penerapan teori
konsentris Burgess juga di terapkan diIndonesia.
Salah satu fakta menyebutkan bahwa komando dari
colonial belanda terpusat dari satu tempat. Dan disini merupakan contoh nyata
penerapan teori konsentris di Indonesia. Ada beberapa daerah yang menunjukan
penerapan teori konsentris di Indonesia pada zaman tersebut. Salah satunya
semarang. Dengan pusat kota disini adalah yang sekarang lebih dikenal dengan
nama Kota Lama Semarang. Kota lama merupakan kawasan yang menjadi pembentukan
awal kota pada saat awal pembentukan kota. Kawasan ini telah menjadi pusat
pemerintahan, perdagangan, social dan budaya. Pada zaman tersebut kota lama
semarang ini mempunyai potensi yang sangat besar. Disini pemerintah colonial
belanda juga membangun benteng sebagai pusat militer. Benteng ini hanya memiliki satu gerbang di sisi selatannya
dan lima menara pengawas. Kemudian permukiman Belanda mulai bertumbuh di sisi
Timur benteng “Vijfhoek”. Banyak rumah, gereja dan bangunan perkantoran
dibangun di pemukiman ini. Pemukiman ini adalah cikal bakal dari kota lama Semarang.
Pemukiman ini terkenal dengan nama “de Europeeshe Buurt”. Bentuk tata
kota dan arsitektur pemukiman ini dibentuk mirip dengan tata kota dan
arsitektur di Belanda. Kali Semarang dibentuk menyerupai Kanal-kanal di
Belanda. Pada masa itu benteng Viffjhoek
belum menyatu dengan pemukiman Belanda.
Kawasan Kota Lama Semarang dibentuk
sesuai dengan konsep perancangan kota-kota di Eropa, baik
secara struktur kawasan maupun citra estetis arsitekturalnya.
Kawasan ini memiliki pola yang memusat dengan bangunan pemerintahan
dan Gereja Blenduk sebagai pusatnya. Pola perancangan kota tersebut sama seperti
perancangan kota- kota di Eropa.
2.
Teori Sektoral
Teori ini merupakan teori kembangan dari teori sebelumnya. Teori
ini menjelaskan dimana nantinya dari yang awalnya memusat dan berkembang keluar
namun berkembangnya mengikuti factor
ketersediaan jaringan jalan atau aksebilitas yang memadai.
Meneruskan dari studi kasus yang sama yaitu kota
lama Semarang. Di awal pembentukannya Pada masa pemerintahan colonial Belanda
dengan penerapan tataruang kota yang konsentris memusat. Seiring dengan
berkembangnya zaman maka derah tersebut menjadi pusat dari kota Semarang dan
seiring berjalannya waktu maka akan terbentuk kontruksi pembangunan sarana
jaringan jalan dan aksebilitas yang memadai karena kebutuhan dari masyarakatnya
untuk ke pusat kota untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
kepentingan-kepentingan yang harus di jalani. Dari sebab inilah yang nantinya
akan berproses menjadi terjadinya kondisi yang sudah tidak lagi terpaku pada
lingkaran tapi lebih ke sector-sektor yang memiliki keahlian yang sama. Yang
nantinya akan mengkontruksi bidang-bidang usaha atau jasa yang tersektor. Berkembangnya
bagian-bagian kecil ini akan mngikuti jalur yang menyediakan sarana aksebilitas
yang memadai karena di area sepanjang jalur itu akan selalu menjadi jalur akses
utama dan daerah tersebut akan semakin tinggi harga tanahnya bila bidang-bidang
usaha yang berada di jalur tersebut membawa dampak ekonomi yang tinggi dari
produktifitas tempat tersebut.
3.
Teori pusat kegiatan
Teori ini merupakan tahapan terakhir dari teori tata
ruang kota klasik yang saat ini masih relevan di terapkan dimasa sekarang.
Teori ini yang sekarang paling banyak di terapkan di kota-kota di Indonesia
sekarang ini. Dengan subpusat dengan bidang-bidang usaha dan jasanya
tersendiri.
Jika diterapkan ke tahapan terkhir dari studi kasus
yang dimbil diatas yakni Kota lama semarang juga pada saat ini kota Semarang dalam
penerapannya menggunakan teori ini. Bisa terlihat dari sub-subpusat kegiatan.
Dimana tetap Ada pusat dari kegiatan tersebut. Namun juga banyak subpusat yang
tetap menggabung ditatanan ruang kota Semarang namun sudah terkotak-kotak dari
subpusat itu sendiri. Seperti bidang pendidikan terdapat di semarang selatan
yakni di gunungpati dan tembalang. Lalu bidang kelautan terdapat dermaga dan
pelabuhan di sebelah utara kota.
Hal ini juga penerapannya sangat kuat
diwilayah-wilayah kota di Indonesia. Di daerah saya sendiri juga penerapannya
adalah pola tata ruang Pusat kegiatan.dimana kalau di jepara Pusat inti kota
berada di Alun-alun dan samsat sebagai pemerintahan dan pusat inti. Destinasi
wisata berada di area utara dan barat yang merupakan pesisir. Lalu di daerah
tahunan adalah sentra kerajinan ukir dan mebel. Lalu kalinyamatan menjadi
sentra monel. Daerah mayong menjadi daerah Industri dengan pabrik-pabrik berada
didalamnya.
Pola tata ruang kota ini menunjukan kepada kita
bahwa pola tata ruang kota yang masih relefan dan penerapannya sekarang adalah
pola pusat kegiatan ini. Karena akan membantu memudahkan pemerintah untuk
mengatur sistemnya dan juga masyarakat akan lebih mudah mendapatkan
kebutuhannya.
Kesimpulan
Pada hakikatnya itu hanya teori yang sewakt-waktu dapat
berubah dengan adanya interaksi dan perilaku manusia yang menunjukan rasa tidak
puas manusia. namun dengan adanya interaksi manusia dengan alam untuk memenuhi
kebuthannya maka teori-teori ini juga akan mengikuti perubahan-perubahan dan
perkembangannya.
Dari tiga teori diatas hanyalah teori dasar yang akan
membuat kita akan sering membaca dan merubah apapun yang masih belum pas
penempatannya. Teori klasik ini juga akan terus mengalami perkembangan selama
manusia masih tetap berinteraksi pada lingkungan dan tempat tinggalnya. Hal ini
juga di pengaruhi oleh perubahan guna lahan dan aksebilitas.
perubahan guna lahan adalah interaksi yang disebabkan
oleh tiga komponen pembentuk guna lahan, yaitu system pembangunan,
sistem aktivitas dan sistem lingkungan hidup. Didalam sistem
aktivitas, konteks perekonomian aktivitas perkotaan dapat dikelompokkan
menjadi kegiatan produksi dan konsumsi. Kegiatan
produksi membutuhkan
lahan untuk berlokasi dimana akan
mendukung aktivitas
produksi diatas. Sedangkan pada kegiatan
konsurnsi membutuhkan
lahan untuk berlokasi dalam rangka
pemenuhan kepuasan.
aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan berinteraksi satu dengan
yang lain, dan mudah atau sulitnya lokasi
tersebut dicapai melalui system jaringan transportasi. Pernyataan mudah
atau sulit merupakan hal yang sangat subyektif dan kualitatif,
mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang yang lain, begitu
pula dengan pernyataan sulit, olehkarena itu diperlukan kinerja
kualitatif yang dapat menyatakan aksesibilitas. aksesibilitas zona dipengaruhi oleh proporsi orang menggunakan
moda tertentu. Ukuran fisik aksesibilitas menerangkan struktur perkotaan secara
spesial tanpa melihat adanya perbedaan yng disebabkan oleh keragaman moda transportasi yang tersedia,
DAFTAR PUSTAKA
Sumber
Referensi Buku
Budihardjo, Eko. 1997. Tata Ruang Perkotan. Bandung: Alumni.
Catanase,
Anthony J & James C. Snyder. 1992. Perencanaan
Kota. Jakarta: Erlangga.
Daldjoeni, 1987. Geografi
Kota dan Desa. Bandung: Alumni.
Gallion, A.B. dan Eisner, Simon, 1992. Pengantar Perancangan Kota: Desain dan
Perencanaan Kota. Terjemahan Sussongko. Jakarta: Erlangga.
Yunus, Hadi sabari, 2000, Struktur Tata Ruang Kota, Yogyakarta
: Pustaka Pelajar.
Zahnd, Markus, 1999. Perancangan Kota secara Terpadu: Teori
Perancangan Kota dan Penerapannya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius &
Soegijapranata Press.
Sumber Online
Fitrah, Aswar. Teori Pertumbuhan Kota. Indonesia: My
Arsitektur,29 Mei 2013 http://aswar-fitrah.blogspot.co.id/2013_05_01_archive.html
Mustafa, Yuni. Pertumbuhan Kota.Indonesia: Note of Arch, 10 April 2013 http://notearch.blogspot.co.id/2013_04_01_archive.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar